5.06.2009

Meksiko Tersiksa Mexicophobia

Sungguh tak enak menjadi warga Meksiko beberapa waktu belakangan. Gara-gara flu babi, di mana pun berada, warga Negeri Sombrero itu selalu dikucilkan karena dianggap membawa virus H1N1.

Padahal, hanya segelintir warga Meksiko yang terbukti positif tertulari flu babi. Sisanya sehat walafiat. Tapi, tetap saja mereka dikarantina atau setidaknya diperlakukan dengan tidak hormat.

Ambil contoh yang terjadi di Cile. Seperti dilaporkan The New York Times, sebuah tim sepak bola asal Meksiko dilarang tampil di negeri tersebut. Padahal, tak seorang pun di antara anggota rombongan tim itu yang terbukti sakit. Empat negara lain, yakni Argentina, Peru, Ekuador, dan Kuba, juga masih menolak semua penerbangan dari Meksiko.

Kondisi lebih ekstrem dialami warga negeri yang beribu kota di Mexico City tersebut di Tiongkok. Mereka benar-benar mendapatkan perlakuan diskriminatif sejak Sabtu lalu (2/5). Sampai-sampai, pemerintah Meksiko harus mengirim pesawat untuk menjemput mereka.

"Warga kami, termasuk yang sehat, diungsikan ke sejumlah hotel. Selanjutnya, dengan pengawalan ketat, warga kami dibawa ke rumah sakit untuk menjalani tes," ungkap seorang pejabat Kedutaan Meksiko di Beijing Senin lalu (4/5).

Mexicophobia alias ketakutan terhadap semua warga Meksiko itu otomatis membuat pemerintahan Presiden Felipe Calderon tersinggung. Sebab, di antara sekitar 100 juta penduduk Meksiko, hanya ratusan yang sudah dinyatakan positif mengidap virus H1N1. Di samping itu, Meksiko bukan satu-satunya negara yang menjadi "tuan rumah" flu babi. Sedikitnya, ada 20 negara lain yang telah mengonfirmasikan kasus tersebut.

Kasus flu babi memang kali pertama ditemukan di kawasan barat daya Amerika Serikat (AS) dan beberapa wilayah Meksiko. Tapi, dalam penyelidikannya, United States Centers for Disease Control and Prevention menyimpulkan bahwa virus influenza tersebut hidup pada kawanan babi di Eropa dan Asia. Sama dengan virus yang menyerang unggas (flu burung) dan manusia. (hep/ttg)


Kejengkelan Mereka yang Hidup di Bawah Mikroskop Karantina Hotel di Hongkong

Sepekan di Kamar Melulu, Tekan Stres dengan Perbarui Blog
Hidup terisolir dari dunia luar sungguh tidak nyaman. Apalagi itu harus dilakoni sampai sepekan. Gara-gara dikarantina mendadak di hotel yang diinapi, 300 tamu hotel di Hongkong jadi senewen. Bagaimana mereka melewati hari-hari menjengkelkan itu?

Kamar-kamar sempit di Hotel Metropark di Distrik Wanchai, Hongkong, menjadi saksi bisu bagaimana para tamu hotel itu dipisahkan sementara dari dunia luar. Sejak Jumat (24/4), mereka tak diperkenankan keluar kamar. Serentetan tes kesehatan harus dijalani.

Karantina tersebut memang bukan tanpa alasan. Seorang laki-laki warga Meksiko yang menginap di hotel tersebut positif mengidap virus H1N1. Tak pelak, otoritas Hongkong pun kelabakan mengatasi agar kasus flu babi pertama di Asia itu tak menyebar. Langkah drastis diambil. Bukan hanya korban flu babi yang diisolir, tapi semua penghuni hotel, termasuk juru masak dan petugas kebersihan sekalipun.

Seluruh akses keluar-masuk hotel di kawasan ramai tersebut juga ditutup. Kawasan Hotel Metropark benar-benar disterilkan. Para petugas kesehatan lalu-lalang di sekitarnya. Mereka mengenakan baju khusus dengan wajah tertutup masker.

Pemimpin Hongkong Donald Tsang meminta maaf atas ketidaknyamanan yang diterima oleh tamu hotel. Dinas kesehatan dan sejumlah ahli menyatakan telah melakukan tindakan terukur untuk mencegah penyebaran virus flu babi.

''Kami sangat memaklumi jika karantina ini dilakukan di rumah sakit. Kami juga bisa menerima bila ini terjadi di bandara. Tapi sungguh tidak masuk akal bahwa (karantina) ini akan terjadi di hotel,'' kata seorang tamu hotel.

Tak bisa pergi kemana-mana tentu saja membosankan. Apalagi, kedatangan para tamu hotel itu ke Hongkong, sebagian besar untuk berjalan-jalan. ''Anda harus tetap di kamar. Anda hanya diperbolehkan ke lobi. Anda harus mencuci sendiri dan hanya ada TV, komputer, iPod,'' ujar Leslie Carr, tamu hotel, asal Inggris, menirukan perintah yang diterimanya.

Untuk membunuh waktu, hanya ada satu hiburan yang dirasa sangat membantu Carr. ''Komputer pribadi membuat saya tetap tenang,'' tambah Carr kepada Reuters. Dia mengirimkan gambaran di dalam hotel tersebut melalui YouTube dan blog pribadinya.

Lewat dunia maya itulah dia menceritakan kemarahan para tamu yang merasa telah diperlakukan diskriminatif oleh otoritas setempat. Mereka frustasi karena perjalanan terganggu, juga karena buruknya makanan yang diberikan oleh pihak hotel.

Meski demikian, ketakutan dan kemarahan tamu cukup terobati dengan tidak ditemukannya kasus baru H1N1. Saat ini para tamu tinggal menghitung hari agar bisa keluar dari hotel.

''Kami berusaha melakukan berbagai cara yang menurut kami tidak memberatkan mereka. Tidak orang yang mau dikarantina seperti ini. Kebetulan mereka berada di hotel ini, saat ini,'' terang Dinas Kesehatan Hongkong.

Kekhawatiran Hongkong akan terjangkit virus H1N1 itu tak berlebihan. Padatnya populasi di kota itu menjadi faktor utama penyebaran virus SARS pada 2003. Pengalaman itulah yang menurut sejumlah ahli membuat otoritas Hongkong begitu waspada. Ahli penyakit infeksi mengatakan data yang diperoleh dari hasil karantina di hotel itu akan menjadi info berharga untuk menghadapi situasi darurat di masa depan.

''Sepertinya sangat menakutkan. Tapi sebenarnya kami hanya ingin menunjukkan bahwa kami sangat berhati-hati,'' ujar Yuen Kwok-yung, kepala jurusan mikrobiologi di University of Hong Kong, sekaligus tenaga ahli pemerintah. Pemerintah Meksiko sempat memprotes karantina tersebut. Mereka menganggap tindakan ''Meksikofobia'' itu berlebihan dan diskriminatif. Tak mau diperlakukan seperti itu, mereka mengirimkan pesawat khusus untuk menjemput warganya di Hongkong, yang kemarin sudah tiba di Tiongkok. (cak/ami)
»»  read more
 

Nasib Kepedulian

Dialog Peduli


ShoutMix chat widget